Senin, 26 Desember 2011

ASKEP HEPATITS B

ASKEP HEPATITS B

BAB II
LANDASAN TEORI


A. Konsep dasar medis
1. Anatomi dan fisiologi
a. Hati
Hati terletak di belakang tulang-tulang iga ( Kosta ) dalam rongga abdomen daerah atas. Hati memiliki berat sekitar 1.500 gr di bagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil disebut lobus. ( Smeltzer & Bare, 2001, ed 8 vol 2, hal. 1150 ).
b. Fungsi hati
Hati adalah pabrik kimia terbesar dalam tubuh. Hati memiliki suplai darah yang besar ( 1-1 ½ Liter per menit ) yang di terima melalui :
1) Vena porta, yang membawa produk pencernaan dari saluran cerna.
2) Arteri hepatica, yang membawa O2 yang dibutuhkan oleh hati
Fungsi hati meliputi :
- Mengubah zat makanan yang diasorbsi dari usus halus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan.
- Mengubah zat buangan dalam bahan beracun untuk disekresikan dalam empedu dan urine
- Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen
- Sekresi empedu
- Pembentukan ureum
- Menyimpan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.


c. Fungsi metabolik hati
1). Metabolisme Glukosa
Glukosa yang diambil dari vena portal disimpan dan diubah dalam hepatosit sebagai cadangan energi. Pada saat diperlukan glukogen diubah menjadi glukosa dan dilepaskan kedalam aliran darah untuk mempertahankan kadar glukosa normal.
2). Konversi Amonia
Amonia merupakan hasil samping dari proses glukoneogenesis dengan penggunaan asam amino.
3). Metabolisme Lemak
Asam lemak dapat dipecah oleh hati untuk memproduksi energi dan badan keton yang dapat masuk aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot dan jaringan tubuh. Pemecah asam lemak terjadi pada kondisi seperti kelaparan dan diabetes tidak terkontrol.
4). Metabolisme Protein
Hati mensintesis hampir seluruh plasma protein. Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis protombin dan sebagian faktor pembekuan lain.
5). Menyimpan Vitamin dan zat besi
Vitamin A, D dan beberapa vitamin b kompleks serta besi dan tembaga disimpan didalam hati.
6). Pembentukan empedu
Secara kontinyu hepatosit membentuk empedu dan dikumpulkan dalam kanalikulus serta saluran empedu. Empedu dikumpulkan dan disimpan dalam kandungan empedu untuk kemudian dialirkan kedalam intestinum bila diperlukan bagi pencernaan.
7). Ekskresi bilirubin
Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah, melalui reaksi kimia mengubahnya menjadi asam glukoronat lewat konjugasi sehingga lebih dapat larut dalam larutan encer.
8). Metabolisme obat dalam hati meliputi proses konjugasi akibat tersebut dengan sejumlah senyawa seperti asam glukoronat untuk membentuk substansi yang lebih larut sehimgga dapat diekskresikan kedalam feses atau urine seperti ekskresi bilirubin
(Smeltzer dan Bare (2001), edisi 8 vol 2, hal.1152 )

2. Pengertian
a) Hepatitis adalah inflamai hati yang dapat terjadi karena invasi bakteri,
cedera oleh agen fisik atau kimia (non-verbal) atau infeksi virus (Hepatitis
A,B,C,D,E.). (Doenges, 1999, hal 534).
b) Istilah Hepatitis dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati (liver Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat- obatan termasuk obat tradisional (www.chom.is-try.org/-41k).

3. Etiologi
a. Bakteri serta virus hepatitis
b. Toksin/racun
c. Obat-obatan
d. Malnutrisi
e. Alkohol

4. Patofisiologi
Disfungsi hati terjadi akibat kerusakan pada sel-sel parenkim hati. Proses perjalanan penyakit yang berkembang menjadi disfungsi hepatoseluler seperti bakteri serta virus, obat-obatan dan defisiensi nutrisi.
Sel hati bereaksi terhadap unsur-unsur yang paling toksik melalui glikogen lipid sehingga terjadi infiltrasi lemak. Metabolisme abnormal menyebabkan penurunan konsentrasi albumin serum dan edema.
Hepatitis B terutama ditularkan melalui darah (Jalur perkutan dan permuosa). Virus tersebut pernah ditemukan dalam darah, saliva, secret vagina, dan dapat ditularkan melalui membrane mukosa serta luka pada kulit.
Hepatitis memiliki massa inkubasi yang panjang (1 sampai 6 bulan).Virus hepatitis mengadakan replikasi dalam hati dan tetap berada dalam serum selama periode yang relative lama sehingga memungkinkan penularan virus tersebut. Gejala dan tanda hepatitis B dapat samaran dan bervariasi. Klien dengan hepatitis B dapat mengalami atralgia dan ruam, penurunan selera, makan, dyspepsia, nyeri abdomen, pegal-pegal menyeluruh, tidak ene badan dan lemah.gejala ikterus dapat terlihat atau kadang-kadang tidak nampak.


















































5. Manifestasi klinis
a. Penurunan selera makan, anoreksia
b. Dyspepsia, nyeri tekan abdomen, nyeri tekan pada hepar
c. Pegal-pegal yang menyeluruh, tidak enak badan dan lemah
d. Ikterus, tinja berwarna cerah dan urine berwarna gelap
e. Hati dan limfa membesar
( Smeltzer & Bare (2001), ed 8 vol 2, hal 1174 ).

6. Pemeriksaan diagnostic
a. Tes fungsi hati : Abnormal (4 – 10 kali)
b. SGOT/SGPT : Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1 – 2 minggu
sebelum ikterik, kemudian tampak menurun.
c. Darah lengkap : SDM menurun berhubungan dengan penurunan hidup
SDM/mengakibatkan perdarahan
d. Leucopenia : Trombositopenia mungkin ada
e. Feses : Warna tanah liat.
f. Albumin serum : Menurun
g. Gula darah : Hiperglikemia transient/hipoglikemi.
h. HBsAg : Dapat positif (tipe B)/negatif (tife A)
i. Masa protrombin : Mungkin memanjang
j. Urinalisa : peningkatan kadar bilirubin
( Doenges, 1999. hal 535 ).

7. Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. Nutrisi yang adekuat, diare rendah protein
c. Masa pemulihan, pengembalian aktivitas fisik
d. Tidak mengkonsumsi alcohol
e. Melindungi individu yang berisiko tinggi

8. Komplikasi
a. Nekrosis sel hati
Nekrosis diikuti oleh regenerasi dari jaringan hepar, tetapi tidak dalam cara yang normal. Jaringan fibrosa yang terbentuk merusak bentuk normal lobule hepar. Perubahan fibrosa yang terbentuk merusak bentuk normal lobule hepar.
b. Kegagalan hati Fulminan
Gagal hati fulminan ditandai oleh ensefalopati hepatic yang terjadi dalam waktu beberapa minggu sesudah dimulainya penyakit pada pasien yang tidak terbukti menunjukan riwayat disfungsi hati.
Hepatitis virus merupakan penyebab gagal hati fulminan yang paling sering ditemukan. Penyebab lainnya mencakup obat-obatan toksik dan zat-zat kimia, gangguan metabolic dan perubahan struktur hati.
B. Konsep dasar keperawatan
Ilmu keperawatan didasarkan pada teori yang sangat luas. Proses keperawtan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan. Hal ini disebut sebagai suatu pendekatan problem-solving yang memerlukan ilmu, tekhnik, dan keterampilan intrapersonal dan ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan klien/keluarga. Proses keperawatan terdiri dari : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data sebagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasikan status kesehatan klien ( Nursalam, 2001, hal. 1 ). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan Asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Setelah dilakukan pengkajian data kemudian dikumpulkan dan terdiri dari 2 tipe data yaitu :
a. Data subjektif, data yang didapat dari klien sendiri sebagai salah satu pendapat terhadap situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak dapat
ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui interaksi atau komunikasi.(Nursalam dikutip dari et-al,1996,2001,hal.19).
b. Data objektif, data yang dapat diobservasi dan diukur
( Nursalam dikutip dari Iyer et. al, 1996, 2001, hal. 19).
Untuk kasus hepatitis pada klien pengkajian yang dilakukan menurut Doenges (1999), hal 533
a. Makan/cairan
Gejala :hilang nafsu makan (anoreksia), penurunan berat badan atau meningkat (edema) mual/muntah.
Tanda : Asites
b. Sirkulasi
Tanda : bradikardi (hiperbilirubinemia berat), ikterik pada sclera
c. Eliminasi
Gejala urine gelap, diare/konstipasi.
d. Neurosensori
Tanda : peka rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas, mialgia, artrolgia, sakit kepala, gatal.
Tanda : otot tegang, gelisah
f. Pernafasan
Gejala : tidak minat/enggan merokon (perokok)
g. Keamanan
Gejala : adanya transusi darah/produk darah
Tanda : demam, urtikasia, lesi makulopopuler, splenomegali.
h. Seksualitas
Gejala : pola hidup/perilaku meniingkat resiko terpajan


2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasikan, memfokuskan dan mangatasi kebutuhan spesifik klien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi. ( Doenges, 1999, hal. 8 ).
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dan individu atau kelompok perawat secara pasti untuk menjaga, membatasi, mencegah dan mengubah status kesehatan. (Nursalam, 2001. hal. 35 ).
Ada dua contoh Hirarki yang digunakan untuk menentukan prioritas masalah, yaitu :
a. Hirarki maslow.
Maslow (1976) menjelaskan kebutuhan dasar manusia di bagi lima, yaitu: fisiologi, rasa aman dan nyaman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologi biasanya sebagai prioritas utama bagi dan dari kebutuhan lainnya. (Sumber ; Nursalam, 2001, hal.52).












Gambar skema hirarki kebutuhan manusia menurut maslow.



Keterangan :
1) Kebutuhan fisiologis.
Contoh : udara, air, makanan, elektrolit.
2) Kebutuhan keselamatan dan keamanan.
Contoh : terhindar dari penyakit, pencurian dan perlindungan hukum.
3) Kebutuhan rasa memiliki dan afeksi.
Contoh : mendambakan kasih sayang, ingin mencintai dan dicintai, diterima oleh kelompok.
4) Kebutuhan harga diri dan hormat diri.
Contoh : dihargai dan menghargai, respon dari orang lain, toleransi dalam hidup berdampingan.
5) Kebutuhan aktualisasi diri.
Contoh : pemenuhan diri, hasrat untuk mengetahui dan memahami kebutuhan estetik, ingin di akui, berhasil dan menonjol dari orang lain.
(Sumber : Smeltzer dan Bare (2001), edisi 8 vol 2, hal.14).
b. Hirarki Kalish.
Kalish 91983) lebih jauh menjelaskan kebutuhan Maslow dengan berbagai kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup, yaitu udara, air, temperature, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri.
(Nursalam 2001 h-53) Dikutip dari Iyer et.al 1996.
Adapun diangnosa yang muncul pada klien dengan hepatitis adalah:
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan gangguan rasa nyaman (Doenges, 1999)
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah (Doenges,1999).
c. Resiko tinggi transmisi infeksi berhubungan dengan sifat dapat menular agen virus (Capernito,1999)
d. Kurang pengetahuan mengenai proses penyakit berhubungan dengan kurang inormasi. (Doenges,1999).

3. Perencanaan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain masalah untuk mencegah. Mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasikan pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan mengumpulkan rencana dokumentasi. (Nursalam dikutip dari Iyer, Tap tich dan Bernocchi-Losey, 1996).
Langkah-langkah perencanaan untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan, maka ada beberapa komponen yang perlu di perhatikan, yaitu :
a. Menentukan prioritas
b. Menentukan criteria hasil
c. Menentukan rencana tindakan
d. Dokumentasi
(Sumber : Nursalam, 2001, hal.52).
Adapun perencanaan dari tiap-tiap diagnosa yang sudah ditetapkan adalah ;
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan gangguan rasa nyaman
Tujuan :
Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas
Kriteria :
- Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan klien
- Menunjukan teknik/perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas
Intervensi :
1. Tingkatkan tirah baring/duduk
Rasional: meningkakan istirahat dan ketenangan
2. Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
Rasional : meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
3. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan gerak sendi pasif/aktif
Rasional : tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan.
4. Awasi terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembesaran hati
Rasional : menunjukan kurangnya resolusi/ekaserbasi penyakit, memerlukan istirahat lanjut, menganti program terapi (Doenges,1999,hal.534)
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah.
Tujuan :
Perbaikan status nutrisi
Kriteria :
- Melaporkan peningkatan selera makan dan rasa sehat
- Menunjukan peningkatan berat badan
Intervensi :
1 Awasi pemasukan diet/jumlah kalori
Rasional : makan banyak sulit untuk mengatur bila klien anoreksia
2 Berikan perawatan mulut sebelum makan
Rasional : menghilangkan rasa tak enak dapat meningkatkan nafsu makan
3 Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
Rasional : menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
4 Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen sepanjang hari
Rasional : bahan ini merupakan ekstra kalori dan dapat lebih mudah dicerna (Doenges,1999,hal.534)
c. Resiko tinggi transmisi infeksi berhubungan dengan sifat dapat menular agen virus
Tujuan :
Mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi
Kriteria :
Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tampa komplikasi
Intervensi :
1 Pantau tanda-tanda vital dengan ketat khususnya selama awal terapi
Rasional : selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal dapat terjadi.
2 Tunjukan/dorong teknik mencuci tangan yang baik
Rasional : efektif berarti menurunkan penyebaran/ tambahan infeksi
3 Batasi pengunjung sesuai indikasi
Rasional : menurunkan pemejanan terhadap pathogen infeksi lain.
4 Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual
Rasional : tergantung pada tipe infeksi, respon terhadap antibiotic, kesehatan umum pasien, dan terjadinya komplikasi, teknik isolasi mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran (Doenges,1999,hal 169)
d. Kurang pengetahuan mengenai proses penyakit berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Klien mengerti tentang proses penyakit dan pengobatan
Kriteria :
- Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan
- Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan
Intervensi :
1. Kaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan/ prognosis,
kemungkinan pilihan pengobatan
Rasional : Mengidentifikasi area kekurangan pengetahuan/ salah
informasi dan memberikan kesempatan untuk memberikan informasi tambahan sesuai keperluan
2. Berikan informasi khusus tentang pencegahan/penularan penyakit
Rasional : Kebutuhan akan bervariasi karena tipe hepatitis
3. Bantu klien mengidentifikasi aktivitas pengalih
Rasional : Aktifitas yang dapat dinikmati akan membantu klien
menghindari pemusatan pada penyembuhan panjang
4. Diskusikan efek samping dan bahaya obat yang dijual bebas
Rasional : Beberapa obat merupakan toksik untuk hati (Doenges,1999,hal 535)
d
4. Pelakasanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik “dikutip dari Iyer et-al., 1996” (Nursalam, 2001, hal.63). Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping(Nursalam, 2001, hal.63).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam,2001,hal.71). Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan (Nursalam, 2001, hal.71).
Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian, yaitu evaluasi formatif yang disebut juga evaluasi yang dilaksanakan secara terus menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif yang disebut juga evaluasi akhir tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bentuk evaluasi ini lazim menggunakan format “SOAP”. (Iyer,et-al,1996, Dalam Dokumentasi Nursalam).



6. Perencanaan pulang
a. Jelaskan kepada klien dan keluarga mengenai tanda gejala serta komplikasi yang mungkin timbul
b. Jelaskan kepada klien dan keluarga mengenai penyebaran virus hepatitis B dan cara melindungi diri dari virus hepetitis B
c. Dorong keluarga untuk memberikan dukungan yang positif selama proses penyembuhan
d. Pengobatan lanjut di rumah
e. Rencanakan kontrol ulang untuk mengetahui kemajuan dalam pengobatan

ASKEP MENINGITIS

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medis
1. Anatomi Fisiologi

Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat operasi dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak dalam rongga kranium yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu : serebrum, batang otak dan serebelum. Semua berada dalam suatu bagian struktur tulang yang disebut tengkorak, yang juga menjaga otak dari cedera. Empat tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa. Bagian fossa senterior berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer, bagian tengah fossa berisi lobus parietal, temporal dan oksipital dan bagian fossa posteror berisi batang otak dan medula.
a. Meningen
Meningen terletak dibawah tengkorak. Komposisi meningen berupa jaringan serabut penghubung yang melindungi, mendukung dan memelihara otak. Meningen terdiri dari tiga lapisan, yaitu :
1) Duramater
Lapisan paling luar, menutup otak dan medula spinalis. Sifat duramater liat, tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu. Bagian pemisah hura : flax serebri yang memisahkan kedua hemisfer dibagian longitudinal dan tentorium, yang merupakan lipatan dari dura yang membentuk jaring-jaring membran yang kuat. Jaringan ini mendukung hemisfer dan memisahkan hemisfer dengan bagian bawah otak (fossa posterior). Jika tekanan dalam rongga otak meningkat, jaringan otak tertekan kearah tentorium atau berpindah kebawah, dan keadaan ini disebut herniasi.
2) Arakhanoid
Membaran bagian tengah, membran yang bersifat tipis dan lembut ini menyerupai sarang laba-laba, oleh karena itu disebut arakhnoid. Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding arakhnoid terdapat pleksus khoroid, yang bertanggungjawab memproduksi cairan serebrospinal (CSS). Membran yang mempunyai bentuk seperti jari tangan ini disebut arakhnoid villi yang mengabsorbsi cairan serebrospinal (CSS). Pada usia dewasa normal, CSS diproduksi 500 ml/hari, tetapi 150 ml diabsorbsi oleh villi. Villi mengabsorbsi CSS juga pada saat darah masuk ke dalam sistem (akibat trauma, pecahnya aneurisme, stroke dan lain-lain) dan yang mengakibatkan sumbatan. Bila villa arakhniod tersumbat dapat menyebabkan hidrosepalus.
3) Piamater
Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan daerah otak.
b. Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Subtansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya kompisisi substansia grisea yang terbentuk dari badan-badan saraf memenuhi korteks serebri, nukleus dan basal ganglia. Susbtansi alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-bagian otak denagn bagian yang lain. Sebagian besar hemisfes serebri berisi jarigan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol fungsi motorik tertiggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensi. Pada serebrum ada empat lobus, yaitu :
1) Lobus frontal, adalah lobus besar yang terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri
2) Lobus parietal, adalah lobus sentral. Area ini menginterprestasikan sensasi dan didepan lobus oksipitalis. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya. Kerusakkan pada daerah ini menyebabkan syndrom hemineglect
3) Lobus temporal, adalah bagian bawah lateral dan fisura serebralis dan di depan lobus oksipitalis. Area ini berfungsi mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini
4) Lobus oksipitalis, terletak pada lobus posterior hemisfes serebri. Bagian ini bertanggung jawab menginterprestasikan pengelihatan
c. Diensepalon
Fossa bagian tengah atau diensepalon berisi talamus, hipotalamus, dan kelenjar hipopisis.
Diensepalon terdiri dari dua lapisan, yaitu :
1) Talamus
Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima. Semua impuls memori, dan nyeri melalui bagian ini.
2) Hipotalamus
Hipotalamus terletak pada anterior dan inferior talamus. Berfungsi mengontrol dan mengatur sistem saraf autonom. Hipotalamus juga bekerja sama dengan hipopisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan, pengatur suhu tubuh, sebagai pusat lapat dan mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual dan respon emosional (rasa malas, marah, depresi, panik dan takut)
d. Batang Otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongara. Midbrain mengatakan hubungan pons dan sereblum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengar dan pengelihatan. Pons terletak di depan sereblum antara otak tangan dan medula dan merupakan jembatan antara dua bagian sereblum dan juga antara medula dan sereblum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik. Medula oblongata meneruskan serabut-serabut sensorik dari medula spinalis ke otak. Dan serabut-serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernafasan dan tekanan darah dan sebagai asal-usul saraf otak kelima sampai kedelapan.
e. Sereblum
Sereblum terletak pada fossa posterior dan terpisah dari hemisfer serebral, lipatan dura meter, tentorium sereblum. Sebelumnya mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakkan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan input sensorik

2. Definisi
a. Menigitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri dan organ jamur.
(Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2001)
b. Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piameter, disebabkan oleh bakteri, virus dan organ-organ jamur yang dapat terjadi secara akut dan kronis. (Mansjoer, Arief, 2000)
c. Meningitis bacterial adalah radang pada araknoid, piameter dan cairan cerebrospinal (Jocce M. Black, 1993).
d. Meningitis bakterial adalah radang pada meningin (Membran yang mengeliligi otak dan medula spinalis) yang disebabkan oleh bakteri, biasanya streptokokus pnumoniae influenza (Brunner & Suddrath, 1997)

3. Etiologi
Penyebab penyakit meningitis adalah :
a. Bakteri: - Peneumococus
- Meningococus
- Stafilococus
- Salmonela
b. Virus : - Hemofirus Influenza
- Herpes Simplek.
Organisme-organisme ini seringkali ada pada nasofaring, tetapi tidak diketahui bagaimana organisme tersebut bisa masuk kedalam darah dan ruang subraknoid.

4. Pathofisiologi
Meningitis tuberkulosis umumnya merupakan penyebaran tuberkulosis primer, dengan infeksi ditempat lain. Dari fokus infeksi primer, kuman masuk kesirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus mestatasis yang biasanya tenang.
Mula-mula terbentuk tuberkel di otak, atau medula spinalis akibat penyebaran kuman secara hematogen selama infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik. Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel yang pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau faktor imunologi. Kuman kemudian langsung masuk keruang subaraknoid atau ventrikel. Hal ini mungkin terjadi segera sesudah dibentuknya lesi atau setelah periode laten berupa bulan atau tahun.
Bila hal ini terjadi pada pasien yang sudah tersensititasi maka masuknya kuman kedalam ruang subaraknoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahan dalam cairan serebro spinal. Reaksi peradangan ini mula-mula timbul disekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian tampak jelas diselaput pada dasar otak dan apendium. Meningitis basilis yang terjadi akan menimbulkan komplikasi nuerologis berupa paralisis saraf kranialis. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000, hal.439)





PATOFLODIAGRAM












































5. Manifestasi Klinis
a. Sakit kepala : berat, akibat peradangan meningin.
b. Demam : tinggi selama perjalanan penyakit.
c. Perubahan tingkat kesadaran : disorientasi ganguan memori. Bila penyakit terus berkembang, terjadinya penurunan kesadaran dan koma.
d. Iritasi meningen, yang dibuktikan oleh :
1) Rigitasi nukal (kaku kuduk) : tanda awal, nyeri hebat dan spasme otot saat fleksi kepala.
2) Tanda kerning positif : ketika Klien dibaringkan dengan paha dalam posisi fleksi ke arah abdomen, kaki tidak dapat diektensikan.
3) Tanda brudzinski positif : bila leher difleksikan, juga terjadi fleksi lutut dan pinggul.
4) Gangguan pengelihatan : peradangan pada saraf-saraf kranial, termasuk optikus.
e. Ruam kulit : pada meningitis (lesi purpura dan ekimosis).
f. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekedar akibat area fokal kortikal yang peka. Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan bakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Fungsi lumbal
1) CSS (Cairan serebrospinal)
2) Kadar dan tekanan protein
3) Kadar glukosa
b. Darah ; pemeriksaan kultur serum darah.
c. EEG (elektorensefalografi).
d. Radiologi
Meliputi foto dada dan kolumna vertebralis, rekaman EKG dan CT Scan.

7. Penatalaksanaan
Meningitis termasuk penyakit gawat darurat, karena itu penderita harus menginap dirumah sakit untuk perawatan dan pengobatan yang intensif.
a. Perawatan umum
1) Penderita istirahat mutlak.
2) Infeksi berat perlu dirawat diruang isolasi.
3) Fungsi respirasi harus dikontrol secara ketat.
4) Pemberian cairan parentral.
5) Pantau terhadap kejang, keogulasi intra vaskularis diseminata, hiperpireksia, edema otak, plebitis, serta kekurangan gizi.
b. Pemberian cairan infus.
Pemberian cairan infus diberikan pada Klien yang tidak sadar atau ada shock, misalnya pada anak : infus KAEN-3B.
c. Pemberian oksigen.
d. Kortikosteroid, berikan deksametason 0,6 mg/kg BB/hr selama 4 hari 15-20 menit sebelum pemberian antibiotik.
e. Pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik harus cepat dan tepat, sesuai dengan bakteri penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Antibiotik diberikan 10-14 hari sekurang-kurangnya 7 hari setelah demam bebas.
Untuk dosis antibiotik pada meningitis:
1) Ampicilin 200-300 mg/ kg BB / hr (dosis tunggal)
2) Gentamisin : 5 mg / kg BB / hr dalam tiga kali pemberian.

8. Komplikasi
a. Peningkatan TIK, karena ada edema serebral bila air yang bisa menyebabkan peningkatan didalam susunan saraf pusat
b. Gagal pernapasan, karena herniasis batang otak sehingga fungsi selebral menjadi buruk
c. Koma, karena terjadi penyumbatan pada pembuluh darah dan kurangnya oksigen pada otak

A. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan da merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber dan untuk mengevaluasi serta mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam, 2001).
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, pekerjaan, alamat dan seterusnya.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit dahulu.
Ditanyakan tentang riwayat penyakit klien dahulu yang pernah dialaminya yang berhubungan dengan penyakit saat ini. Apakah ada alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu imunisasi apa saja yang didapat klien dan kebiasaan klien saat di rumah.
2) Riwayat Penyakit sekarang
Pengkajian mengenai perjalanan penyakitnya mulai dari pertama sampai sekarang seperti, demam, mudah kesal, obstipasi, dan muntah-muntah serta apatis mulai kapan dirasakan. Sedangkan keluhan yang dirasakan mulai awal hingga saat ini; Adakah apatis, refleks pupil yang melambat, reflek tendon yang melemah, demam, serta tanda kernig dan brudzinski positif, dan upaya apa yang telah dilakukan klien atau keluarga mengenai penyakit ini.
3) Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga klien, apakah ada yang menderita penyakit seperti yang sedang diderita klien.
4) Riwayat pemeliharaan kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Data Objektif
(1) Tanyakan riwayat penyakit yang pernah dialami sebelumnya.
(2) Adakah upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan dan perlindungan diri.
(3) Tanyakan upaya yang dilakukan saat gejala penyakit timbul.
(4) Apakah harapan klien atau keluarga masuk ke rumah sakit.
Data Obyektif
Observasi penampilan atau keadaan fisik klien.
b) Pola nutrisi metabolik
Data Subyektif
(1) Jenis, frekuensi dan jumlah makanan dan minuman dalam sehari.
(2) Nafsu makan dan makanan yang disukai
(3) Kesulitan yang timbul saat makan, seperti : mual, muntah, nyeri ulu hati.
(4) Adakah ketaatan terhadap diet tertentu.
Data Obyektif
(1) Observasi kemampuan klien dalam menerima nutrisi.
(2) Terapi interavena, adakah selang hidung.
c) Pola eliminasi
Data Subyektif
(1) Kebiasaan BAB, seperti : teratur atau tidak teratur frekuensi, konsistensi dan banyak atau sedikit.
(2) Untuk kelancaran BAB : perlu obat-obatan atau makanan tertentu.
(3) Kebiasaan BAK, seperti : urine yang keluar lancar atau tidak, warna urine.

Data Obyektif
(1) Observasi kemampuan klien dalam BAB / BAK.
(2) Pemasangan folley kateter
(3) Warna urine Klien
d) Pola aktivitas dan latihan
Data Subyektif
Tanyakan aktivitas sehari-hari di rumah, seperi : mandi, berpakaian, rapikan diri, jalan, makan, BAB atau BAK
Data Obyektif
Observasi tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas
e) Pola tidur dan istirahat
Data Subyektif
(1) Tanyakan waktu tidur dan jumlah jam tidur dalam sehari
(2) Hal-hal yang menjadi hambatan klien saat tidur
(3) Tanyakan suasana tidur klien
(4) Upaya apa yang dilakukan klien bila sulit tidur
Data Obyektif
Observasi pola tidur klien
f) Pola persepsi kognitif
Data Subyektif
(1) Tanyakan apakah klien bisa mencoba, menghitung.
(2) Tanyakan apakah klien ada menggunakan alat bantu
(3) Tanyakan apakah klien bisa mendengar instruksi orang tuanya.
Data Obyektif
Observasi kemampuan klien dalam mendengar instruksi perawat atau dokter
g) Pola persepsi dan konsep diri
Data Subyektif
(1) Persepsi klien tentang dirinya
(2) Apakah klien pernah merasa minder atau kurang percaya diri.
Data Obyektif
Adakah ungkapan klien tentang menunjukkan terganggunya persepsi dan konsep diri.
h) Pola peran dan hubungan dengan sesama
Data Subyektif
(1) Tanyakan apakah peranan klien dalam keluarganya
(2) Tanyakan apakah klien dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Data Obyektif
Observasi kemampuan klien dalam berperan aktif dengan perawat dan dokter selama sakit.
i) Pola kepercayaan
Data Subyektif
(1) Tanyakan klien menganut agama apa.
(2) Apakah klien rajin dalam kegiatan ke agamaan.
Data Obyektif
Observasi klien atau keluarga, apakah pernah berdoa selama sakit.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dari individu atau kelompok diman perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan informasi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. (Nursalam dikutip dari carpenito, hal 35, 2000)




Adapun diagnosa yang dapat muncul adalah :
a. Perubahan tingkat kesadaran berhubungan dengan proses infeksi dan penurunan fungsi neurologis.
b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi terhadap susunan saraf pusat.
c. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan dalam mencerna nutrien.

3. Rencana Keperawatan
Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu sistem untuk menentukan diagnosa yang akan diambil untuk tindakan pertama kali. Salah satu sistem yang dapat digunakan dalah hirarki kebutuhan manusia “ Iyer et al, 1996 “ (Nursalam, hal 52, 2001).
a. Hirarki Maslow
Maslow menjelaskan kebutuhan manusia dibagi menjadi lima tahap : fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualisasi diri. Maslow mengatakan pasien memerlukan suatu tahapan kebutuhan, jika pasien menghendaki suatu tindakan yang memuaskan. Dengan kata lain kebutuhan fisiologis biasanya sebagai prioritas utama bagi pasien dari pada kebutuhan lain. (Nursalam, hal 52, 2001).
Dimana Maslow menggambarkan dengan skema piramida yang menunjukkan bagaimana seseorang bergerak dari kebutuhan dasar dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dengan tujuan akhir adalah fungsi dan kesehatan amnusia yang terintegrasi.







Aktualisasi
Diri
Harga diri
Mencintai dan dicintai
Kebutuhan keselamatan dan keamanan
Kebutuhan fisiologis
(O2, CO2, elektrolit, makanan dan sex)

Hirarki Abraham Maslow
Keterangan :
1) kebutuhan fisiologis O2, CO2, elektrolit, makanan dan sex
2) Kebutuhan keselamatan dan keamanan, terhindar dari penyakit dan perlindungan hukum
3) Mencintai dan dicintai : kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima dikelompok.
4) Harga diri : dihargai dan menghargai (respek dan toleransi)
5) Aktualisasi diri : ingin diakui, berhasil dan menonjol
b. Hirarki “Kalish”
Kalish menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk bertahan dan stimulasi. Kalish mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertahankan hidup : udara, air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri, jika terdapat kekurangan kebutuhan tersebut, pasien cenderung menggunakan prasarana untuk memuakan kebutuhan tertentu, hanya saja mereka akan mempertimbangkan terlebih dahulu kebutuhan yang paling tinggi prioritasnya, misalnya keamanan dan harga diri. (Nursalam, hal 53, 2001).

3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
1 Perubahan tingkat kesadaran berhubungan dengan infeksi dan penurunan fungsi neurologis. Tujuan :
- Tingkat kesadaran klien mulai kembali normal.
- Tidak terjadi cedera fisik
Kriteria :
- GCS dalam batasnormal (Normal 15)
- Kesadaran baik
- Orientasi waktu, tempat dan orang
- Tanda-tanda vital dalam batas normal 1. Pantau Status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS.



2. Kaji respons motorik terhadap perintah yang dilakukan oleh perawat.




3. Evaluasi kemampuan membuka mata, seperti spontan (sadar penuh), membuka hanya jika diberi rangsangan nyeri atau tertutup (koma).
4. Kaji respon verbal : catat apakah Klien sadar, orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu baik atau malah bingung menggunakan kata-kata atau fase uang tidak sesuai. 1. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran.
(Doenges, Hal. 273)
2. Mengukur keadaan secara keseluruhan dan merupakan petunjuk keadaan kesadaran terbaik pada Klien yang matanya tertutup.
(Doenges, Hal. 273)
3. Menentukan tingkat kesadaran.
(Doenges, Hal. 273)



4. Mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menunjukkan tingkat kesadaran. Jika kerusakan terjadi sangat kecil pada korteks serebral, Klien mungkin akan bereaksi dengan baik terhadap rangsangan verbal yang diberikan tetapi mungkin juga memperlihatkan seperti kantuk berat atau tidak kooperatif.
(Doenges, Hal. 273)
2 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi t erhadap susunan saraf pusat. Tujuan :
- Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria :
- Klien tidak demam
- Suhu tubuh 36 oC – 37,5 oC
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Klien tidak kejang karena demam yang tinggi
1. Pantau suhu Klien (derajat dan pola)





2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

3. Berikan kompres dingin
pada axila dan lipat paha bila demam.

4. Berikan obat antipiretik, misalnya : parasetamol, aspirin. 1. Suhu 380 – 41,10 c menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
(Doenges, Hal. 875)
2. Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
(Doenges, Hal. 876)
3. Dengan kompres dingin dapat membantu mengurangi demam.
(Doenges, Hal. 876)
4. Untuk mengurangi demam pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan auto destruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
(Doenges, Hal. 876)
3 Bersihkan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi mukus. Tujuan :
- Mempertahankan pola pernapasan normal atau efektif.
Kriteria :
- Klien tidak sesak
- Klien tidak sianosis
- SaO2 normal (95 – 100 %)
1. Berikan oksigen sesuai kebutuhan klien.





2. Ubah posisi secara periodik dan ambulisasi dan mengeluarkan sekret.


3. Lakukan pengisapan dengan ekstra hati-hati jangan lebih dari 10 – 15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
1. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan dalam pencegahan hipoksia.
(Doenges, Hal. 278)
2. Meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru, memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
(Doenges, Hal. 448)

3. Pengisapan biasanya dibutuhkan jika Klien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napas sendiri. Penghisapan pada trakea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokontriksi pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi serebral.
(Doenges, Hal. 278)
4 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan kemam- puan untuk mencerna nutrien. Tujuan :
- Nutrisi klien terpenuhi.
- Tidak mengalami tanda-tandamalnutrisi
Kriteria :
- Klien dapat menghabiskan porsi makanan yang disedikan
- Peningkatan berat badan dari sebelumnya
1. Berikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang.



2. Berikan terapi nutrisi dalam program pengobatan rumah sakit sesuai indikasi.





3. Hancurkan dan beri makanan melalui selang apapun yang tertinggal pada nampan setelah periode waktu pemberian sesuai indikasi. 1. Untuk memberikan cairan pengganti dan juga makan, jika Klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
(Doenges, Hal. 305)
2. Pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa perbaikan status nutrisi. Perawatan di rumah sakit memberikan kontrol lingkungan dimana masukan makanan, muntah atau eliminasi, obat dan aktivitas dapat dipantau.
(Doenges, Hal. 428)
3. Digunakan sebagai bagian program perubahan perilaku untuk memberikan masukan total kalori yang dibutuhkan.
(Doenges, Hal. 428)

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. (Nursalam,2001)
Tahapan ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh karena itu pelaksanaannya dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat urgent dan tidak urgent (non urgent).
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui, yaitu persiapan, perencanaan, dan pendokumentasian (Nursalam, 2001 dikutip dari Griffit 1968).
a. Fase persiapan, meliputi :
1) Review antisipasi tindakan keperawatan
2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
4) Persiapan alat
5) Persiapan lingkungan yang kondusif
6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik.
b. Fase intervensi, meliputi :
1) Independen: tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter serta tim kesehatan lainnya.
2) Interdependent: tindakan perawat yang memerlukan kerja sama dengan tim kesehatana lainnya (gizi, dokter, laboratorium, dan lain-lain).
3) Dependent: berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis dilakukan.
c. Fase dokumentasi
Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan.Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan gastritis perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, memberi support, pendidik, advokasi, dan pencatatan/penghimpunan data.

5. Evaluasi
Adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan klien (Nusalam, 2001 dikutip dari Griffit dan Cristensen, 1986). Sedangkan Ignativicius dan Bayne 1994 yang dikutip oleh Nursalam mengatakan evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek, atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu metode dalm memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP” (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil dari evaluasi yang diharapkan dalam pemberian tindakan keperawatan dalam proses keperawatan pada klien dengan gastritis adalah: nutrisi klien dapat terpenuhi, nyeri akibat iritasi mukosa lambung teratasi, tidak terjadi kekurangan volume cairan, ansietas dapat teratasi, klien dan keluarga mengetahui tentang informasi penyakit yang diderita. Hal ini sesuai dengan standar tujuan yang telah ditentukan pada tahap perencanaan tindakan.
6. Perencanaan Pulang
Rencana yang diberikan kepada klien dan keluarga adalah sebagai berikut :
a. Sebagai tenaga kesehatan, kita memberikan penjelasan kepada keluarga Klien, apabila anaknya timbul tanda dan gejala seperti tidak sadarkan diri, kejang, demam dan denyut nadi yang lambat untuk segera berobat ke puskesmas terdekat atau langsung ke Rumah Sakit besar.
b. Instruksikan klien untuk mematuhi resimen pengobatan dengan minum obat sesuai yang diharuskan dan melaporkan skrining tindak lanjut.
c. Menganjurkan klien ikut serta dalam tindakan preventif, contoh memberi dorongan pada individu yang kontak erat untuk melaporkan diri guna pemeriksaan.
d. Meningkatkan komsumsi nutrisi dan protein serta mengkomsumsi vitamin yang meningkatkan kekuatan tubuh.

ASKEP HEPATITS B

BAB II
LANDASAN TEORI


A. Konsep dasar medis
1. Anatomi dan fisiologi
a. Hati
Hati terletak di belakang tulang-tulang iga ( Kosta ) dalam rongga abdomen daerah atas. Hati memiliki berat sekitar 1.500 gr di bagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil disebut lobus. ( Smeltzer & Bare, 2001, ed 8 vol 2, hal. 1150 ).
b. Fungsi hati
Hati adalah pabrik kimia terbesar dalam tubuh. Hati memiliki suplai darah yang besar ( 1-1 ½ Liter per menit ) yang di terima melalui :
1) Vena porta, yang membawa produk pencernaan dari saluran cerna.
2) Arteri hepatica, yang membawa O2 yang dibutuhkan oleh hati
Fungsi hati meliputi :
- Mengubah zat makanan yang diasorbsi dari usus halus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan.
- Mengubah zat buangan dalam bahan beracun untuk disekresikan dalam empedu dan urine
- Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen
- Sekresi empedu
- Pembentukan ureum
- Menyimpan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.


c. Fungsi metabolik hati
1). Metabolisme Glukosa
Glukosa yang diambil dari vena portal disimpan dan diubah dalam hepatosit sebagai cadangan energi. Pada saat diperlukan glukogen diubah menjadi glukosa dan dilepaskan kedalam aliran darah untuk mempertahankan kadar glukosa normal.
2). Konversi Amonia
Amonia merupakan hasil samping dari proses glukoneogenesis dengan penggunaan asam amino.
3). Metabolisme Lemak
Asam lemak dapat dipecah oleh hati untuk memproduksi energi dan badan keton yang dapat masuk aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot dan jaringan tubuh. Pemecah asam lemak terjadi pada kondisi seperti kelaparan dan diabetes tidak terkontrol.
4). Metabolisme Protein
Hati mensintesis hampir seluruh plasma protein. Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis protombin dan sebagian faktor pembekuan lain.
5). Menyimpan Vitamin dan zat besi
Vitamin A, D dan beberapa vitamin b kompleks serta besi dan tembaga disimpan didalam hati.
6). Pembentukan empedu
Secara kontinyu hepatosit membentuk empedu dan dikumpulkan dalam kanalikulus serta saluran empedu. Empedu dikumpulkan dan disimpan dalam kandungan empedu untuk kemudian dialirkan kedalam intestinum bila diperlukan bagi pencernaan.
7). Ekskresi bilirubin
Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah, melalui reaksi kimia mengubahnya menjadi asam glukoronat lewat konjugasi sehingga lebih dapat larut dalam larutan encer.
8). Metabolisme obat dalam hati meliputi proses konjugasi akibat tersebut dengan sejumlah senyawa seperti asam glukoronat untuk membentuk substansi yang lebih larut sehimgga dapat diekskresikan kedalam feses atau urine seperti ekskresi bilirubin
(Smeltzer dan Bare (2001), edisi 8 vol 2, hal.1152 )

2. Pengertian
a) Hepatitis adalah inflamai hati yang dapat terjadi karena invasi bakteri,
cedera oleh agen fisik atau kimia (non-verbal) atau infeksi virus (Hepatitis
A,B,C,D,E.). (Doenges, 1999, hal 534).
b) Istilah Hepatitis dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati (liver Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat- obatan termasuk obat tradisional (www.chom.is-try.org/-41k).

3. Etiologi
a. Bakteri serta virus hepatitis
b. Toksin/racun
c. Obat-obatan
d. Malnutrisi
e. Alkohol

4. Patofisiologi
Disfungsi hati terjadi akibat kerusakan pada sel-sel parenkim hati. Proses perjalanan penyakit yang berkembang menjadi disfungsi hepatoseluler seperti bakteri serta virus, obat-obatan dan defisiensi nutrisi.
Sel hati bereaksi terhadap unsur-unsur yang paling toksik melalui glikogen lipid sehingga terjadi infiltrasi lemak. Metabolisme abnormal menyebabkan penurunan konsentrasi albumin serum dan edema.
Hepatitis B terutama ditularkan melalui darah (Jalur perkutan dan permuosa). Virus tersebut pernah ditemukan dalam darah, saliva, secret vagina, dan dapat ditularkan melalui membrane mukosa serta luka pada kulit.
Hepatitis memiliki massa inkubasi yang panjang (1 sampai 6 bulan).Virus hepatitis mengadakan replikasi dalam hati dan tetap berada dalam serum selama periode yang relative lama sehingga memungkinkan penularan virus tersebut. Gejala dan tanda hepatitis B dapat samaran dan bervariasi. Klien dengan hepatitis B dapat mengalami atralgia dan ruam, penurunan selera, makan, dyspepsia, nyeri abdomen, pegal-pegal menyeluruh, tidak ene badan dan lemah.gejala ikterus dapat terlihat atau kadang-kadang tidak nampak.


















































5. Manifestasi klinis
a. Penurunan selera makan, anoreksia
b. Dyspepsia, nyeri tekan abdomen, nyeri tekan pada hepar
c. Pegal-pegal yang menyeluruh, tidak enak badan dan lemah
d. Ikterus, tinja berwarna cerah dan urine berwarna gelap
e. Hati dan limfa membesar
( Smeltzer & Bare (2001), ed 8 vol 2, hal 1174 ).

6. Pemeriksaan diagnostic
a. Tes fungsi hati : Abnormal (4 – 10 kali)
b. SGOT/SGPT : Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1 – 2 minggu
sebelum ikterik, kemudian tampak menurun.
c. Darah lengkap : SDM menurun berhubungan dengan penurunan hidup
SDM/mengakibatkan perdarahan
d. Leucopenia : Trombositopenia mungkin ada
e. Feses : Warna tanah liat.
f. Albumin serum : Menurun
g. Gula darah : Hiperglikemia transient/hipoglikemi.
h. HBsAg : Dapat positif (tipe B)/negatif (tife A)
i. Masa protrombin : Mungkin memanjang
j. Urinalisa : peningkatan kadar bilirubin
( Doenges, 1999. hal 535 ).

7. Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. Nutrisi yang adekuat, diare rendah protein
c. Masa pemulihan, pengembalian aktivitas fisik
d. Tidak mengkonsumsi alcohol
e. Melindungi individu yang berisiko tinggi

8. Komplikasi
a. Nekrosis sel hati
Nekrosis diikuti oleh regenerasi dari jaringan hepar, tetapi tidak dalam cara yang normal. Jaringan fibrosa yang terbentuk merusak bentuk normal lobule hepar. Perubahan fibrosa yang terbentuk merusak bentuk normal lobule hepar.
b. Kegagalan hati Fulminan
Gagal hati fulminan ditandai oleh ensefalopati hepatic yang terjadi dalam waktu beberapa minggu sesudah dimulainya penyakit pada pasien yang tidak terbukti menunjukan riwayat disfungsi hati.
Hepatitis virus merupakan penyebab gagal hati fulminan yang paling sering ditemukan. Penyebab lainnya mencakup obat-obatan toksik dan zat-zat kimia, gangguan metabolic dan perubahan struktur hati.
B. Konsep dasar keperawatan
Ilmu keperawatan didasarkan pada teori yang sangat luas. Proses keperawtan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan. Hal ini disebut sebagai suatu pendekatan problem-solving yang memerlukan ilmu, tekhnik, dan keterampilan intrapersonal dan ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan klien/keluarga. Proses keperawatan terdiri dari : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data sebagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasikan status kesehatan klien ( Nursalam, 2001, hal. 1 ). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan Asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Setelah dilakukan pengkajian data kemudian dikumpulkan dan terdiri dari 2 tipe data yaitu :
a. Data subjektif, data yang didapat dari klien sendiri sebagai salah satu pendapat terhadap situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak dapat
ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui interaksi atau komunikasi.(Nursalam dikutip dari et-al,1996,2001,hal.19).
b. Data objektif, data yang dapat diobservasi dan diukur
( Nursalam dikutip dari Iyer et. al, 1996, 2001, hal. 19).
Untuk kasus hepatitis pada klien pengkajian yang dilakukan menurut Doenges (1999), hal 533
a. Makan/cairan
Gejala :hilang nafsu makan (anoreksia), penurunan berat badan atau meningkat (edema) mual/muntah.
Tanda : Asites
b. Sirkulasi
Tanda : bradikardi (hiperbilirubinemia berat), ikterik pada sclera
c. Eliminasi
Gejala urine gelap, diare/konstipasi.
d. Neurosensori
Tanda : peka rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas, mialgia, artrolgia, sakit kepala, gatal.
Tanda : otot tegang, gelisah
f. Pernafasan
Gejala : tidak minat/enggan merokon (perokok)
g. Keamanan
Gejala : adanya transusi darah/produk darah
Tanda : demam, urtikasia, lesi makulopopuler, splenomegali.
h. Seksualitas
Gejala : pola hidup/perilaku meniingkat resiko terpajan


2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasikan, memfokuskan dan mangatasi kebutuhan spesifik klien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi. ( Doenges, 1999, hal. 8 ).
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dan individu atau kelompok perawat secara pasti untuk menjaga, membatasi, mencegah dan mengubah status kesehatan. (Nursalam, 2001. hal. 35 ).
Ada dua contoh Hirarki yang digunakan untuk menentukan prioritas masalah, yaitu :
a. Hirarki maslow.
Maslow (1976) menjelaskan kebutuhan dasar manusia di bagi lima, yaitu: fisiologi, rasa aman dan nyaman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologi biasanya sebagai prioritas utama bagi dan dari kebutuhan lainnya. (Sumber ; Nursalam, 2001, hal.52).












Gambar skema hirarki kebutuhan manusia menurut maslow.



Keterangan :
1) Kebutuhan fisiologis.
Contoh : udara, air, makanan, elektrolit.
2) Kebutuhan keselamatan dan keamanan.
Contoh : terhindar dari penyakit, pencurian dan perlindungan hukum.
3) Kebutuhan rasa memiliki dan afeksi.
Contoh : mendambakan kasih sayang, ingin mencintai dan dicintai, diterima oleh kelompok.
4) Kebutuhan harga diri dan hormat diri.
Contoh : dihargai dan menghargai, respon dari orang lain, toleransi dalam hidup berdampingan.
5) Kebutuhan aktualisasi diri.
Contoh : pemenuhan diri, hasrat untuk mengetahui dan memahami kebutuhan estetik, ingin di akui, berhasil dan menonjol dari orang lain.
(Sumber : Smeltzer dan Bare (2001), edisi 8 vol 2, hal.14).
b. Hirarki Kalish.
Kalish 91983) lebih jauh menjelaskan kebutuhan Maslow dengan berbagai kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup, yaitu udara, air, temperature, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri.
(Nursalam 2001 h-53) Dikutip dari Iyer et.al 1996.
Adapun diangnosa yang muncul pada klien dengan hepatitis adalah:
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan gangguan rasa nyaman (Doenges, 1999)
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah (Doenges,1999).
c. Resiko tinggi transmisi infeksi berhubungan dengan sifat dapat menular agen virus (Capernito,1999)
d. Kurang pengetahuan mengenai proses penyakit berhubungan dengan kurang inormasi. (Doenges,1999).

3. Perencanaan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain masalah untuk mencegah. Mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasikan pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan mengumpulkan rencana dokumentasi. (Nursalam dikutip dari Iyer, Tap tich dan Bernocchi-Losey, 1996).
Langkah-langkah perencanaan untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan, maka ada beberapa komponen yang perlu di perhatikan, yaitu :
a. Menentukan prioritas
b. Menentukan criteria hasil
c. Menentukan rencana tindakan
d. Dokumentasi
(Sumber : Nursalam, 2001, hal.52).
Adapun perencanaan dari tiap-tiap diagnosa yang sudah ditetapkan adalah ;
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan gangguan rasa nyaman
Tujuan :
Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas
Kriteria :
- Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan klien
- Menunjukan teknik/perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas
Intervensi :
1. Tingkatkan tirah baring/duduk
Rasional: meningkakan istirahat dan ketenangan
2. Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
Rasional : meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
3. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan gerak sendi pasif/aktif
Rasional : tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan.
4. Awasi terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembesaran hati
Rasional : menunjukan kurangnya resolusi/ekaserbasi penyakit, memerlukan istirahat lanjut, menganti program terapi (Doenges,1999,hal.534)
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah.
Tujuan :
Perbaikan status nutrisi
Kriteria :
- Melaporkan peningkatan selera makan dan rasa sehat
- Menunjukan peningkatan berat badan
Intervensi :
1 Awasi pemasukan diet/jumlah kalori
Rasional : makan banyak sulit untuk mengatur bila klien anoreksia
2 Berikan perawatan mulut sebelum makan
Rasional : menghilangkan rasa tak enak dapat meningkatkan nafsu makan
3 Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
Rasional : menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
4 Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen sepanjang hari
Rasional : bahan ini merupakan ekstra kalori dan dapat lebih mudah dicerna (Doenges,1999,hal.534)
c. Resiko tinggi transmisi infeksi berhubungan dengan sifat dapat menular agen virus
Tujuan :
Mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi
Kriteria :
Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tampa komplikasi
Intervensi :
1 Pantau tanda-tanda vital dengan ketat khususnya selama awal terapi
Rasional : selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal dapat terjadi.
2 Tunjukan/dorong teknik mencuci tangan yang baik
Rasional : efektif berarti menurunkan penyebaran/ tambahan infeksi
3 Batasi pengunjung sesuai indikasi
Rasional : menurunkan pemejanan terhadap pathogen infeksi lain.
4 Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual
Rasional : tergantung pada tipe infeksi, respon terhadap antibiotic, kesehatan umum pasien, dan terjadinya komplikasi, teknik isolasi mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran (Doenges,1999,hal 169)
d. Kurang pengetahuan mengenai proses penyakit berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Klien mengerti tentang proses penyakit dan pengobatan
Kriteria :
- Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan
- Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan
Intervensi :
1. Kaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan/ prognosis,
kemungkinan pilihan pengobatan
Rasional : Mengidentifikasi area kekurangan pengetahuan/ salah
informasi dan memberikan kesempatan untuk memberikan informasi tambahan sesuai keperluan
2. Berikan informasi khusus tentang pencegahan/penularan penyakit
Rasional : Kebutuhan akan bervariasi karena tipe hepatitis
3. Bantu klien mengidentifikasi aktivitas pengalih
Rasional : Aktifitas yang dapat dinikmati akan membantu klien
menghindari pemusatan pada penyembuhan panjang
4. Diskusikan efek samping dan bahaya obat yang dijual bebas
Rasional : Beberapa obat merupakan toksik untuk hati (Doenges,1999,hal 535)
d
4. Pelakasanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik “dikutip dari Iyer et-al., 1996” (Nursalam, 2001, hal.63). Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping(Nursalam, 2001, hal.63).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam,2001,hal.71). Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan (Nursalam, 2001, hal.71).
Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian, yaitu evaluasi formatif yang disebut juga evaluasi yang dilaksanakan secara terus menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif yang disebut juga evaluasi akhir tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bentuk evaluasi ini lazim menggunakan format “SOAP”. (Iyer,et-al,1996, Dalam Dokumentasi Nursalam).



6. Perencanaan pulang
a. Jelaskan kepada klien dan keluarga mengenai tanda gejala serta komplikasi yang mungkin timbul
b. Jelaskan kepada klien dan keluarga mengenai penyebaran virus hepatitis B dan cara melindungi diri dari virus hepetitis B
c. Dorong keluarga untuk memberikan dukungan yang positif selama proses penyembuhan
d. Pengobatan lanjut di rumah
e. Rencanakan kontrol ulang untuk mengetahui kemajuan dalam pengobatan

ASKEP MENINGITIS

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medis
1. Anatomi Fisiologi

Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat operasi dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak dalam rongga kranium yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu : serebrum, batang otak dan serebelum. Semua berada dalam suatu bagian struktur tulang yang disebut tengkorak, yang juga menjaga otak dari cedera. Empat tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa. Bagian fossa senterior berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer, bagian tengah fossa berisi lobus parietal, temporal dan oksipital dan bagian fossa posteror berisi batang otak dan medula.
a. Meningen
Meningen terletak dibawah tengkorak. Komposisi meningen berupa jaringan serabut penghubung yang melindungi, mendukung dan memelihara otak. Meningen terdiri dari tiga lapisan, yaitu :
1) Duramater
Lapisan paling luar, menutup otak dan medula spinalis. Sifat duramater liat, tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu. Bagian pemisah hura : flax serebri yang memisahkan kedua hemisfer dibagian longitudinal dan tentorium, yang merupakan lipatan dari dura yang membentuk jaring-jaring membran yang kuat. Jaringan ini mendukung hemisfer dan memisahkan hemisfer dengan bagian bawah otak (fossa posterior). Jika tekanan dalam rongga otak meningkat, jaringan otak tertekan kearah tentorium atau berpindah kebawah, dan keadaan ini disebut herniasi.
2) Arakhanoid
Membaran bagian tengah, membran yang bersifat tipis dan lembut ini menyerupai sarang laba-laba, oleh karena itu disebut arakhnoid. Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding arakhnoid terdapat pleksus khoroid, yang bertanggungjawab memproduksi cairan serebrospinal (CSS). Membran yang mempunyai bentuk seperti jari tangan ini disebut arakhnoid villi yang mengabsorbsi cairan serebrospinal (CSS). Pada usia dewasa normal, CSS diproduksi 500 ml/hari, tetapi 150 ml diabsorbsi oleh villi. Villi mengabsorbsi CSS juga pada saat darah masuk ke dalam sistem (akibat trauma, pecahnya aneurisme, stroke dan lain-lain) dan yang mengakibatkan sumbatan. Bila villa arakhniod tersumbat dapat menyebabkan hidrosepalus.
3) Piamater
Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan daerah otak.
b. Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Subtansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya kompisisi substansia grisea yang terbentuk dari badan-badan saraf memenuhi korteks serebri, nukleus dan basal ganglia. Susbtansi alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-bagian otak denagn bagian yang lain. Sebagian besar hemisfes serebri berisi jarigan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol fungsi motorik tertiggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensi. Pada serebrum ada empat lobus, yaitu :
1) Lobus frontal, adalah lobus besar yang terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri
2) Lobus parietal, adalah lobus sentral. Area ini menginterprestasikan sensasi dan didepan lobus oksipitalis. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya. Kerusakkan pada daerah ini menyebabkan syndrom hemineglect
3) Lobus temporal, adalah bagian bawah lateral dan fisura serebralis dan di depan lobus oksipitalis. Area ini berfungsi mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini
4) Lobus oksipitalis, terletak pada lobus posterior hemisfes serebri. Bagian ini bertanggung jawab menginterprestasikan pengelihatan
c. Diensepalon
Fossa bagian tengah atau diensepalon berisi talamus, hipotalamus, dan kelenjar hipopisis.
Diensepalon terdiri dari dua lapisan, yaitu :
1) Talamus
Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima. Semua impuls memori, dan nyeri melalui bagian ini.
2) Hipotalamus
Hipotalamus terletak pada anterior dan inferior talamus. Berfungsi mengontrol dan mengatur sistem saraf autonom. Hipotalamus juga bekerja sama dengan hipopisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan, pengatur suhu tubuh, sebagai pusat lapat dan mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual dan respon emosional (rasa malas, marah, depresi, panik dan takut)
d. Batang Otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongara. Midbrain mengatakan hubungan pons dan sereblum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengar dan pengelihatan. Pons terletak di depan sereblum antara otak tangan dan medula dan merupakan jembatan antara dua bagian sereblum dan juga antara medula dan sereblum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik. Medula oblongata meneruskan serabut-serabut sensorik dari medula spinalis ke otak. Dan serabut-serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernafasan dan tekanan darah dan sebagai asal-usul saraf otak kelima sampai kedelapan.
e. Sereblum
Sereblum terletak pada fossa posterior dan terpisah dari hemisfer serebral, lipatan dura meter, tentorium sereblum. Sebelumnya mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakkan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan input sensorik

2. Definisi
a. Menigitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri dan organ jamur.
(Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2001)
b. Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piameter, disebabkan oleh bakteri, virus dan organ-organ jamur yang dapat terjadi secara akut dan kronis. (Mansjoer, Arief, 2000)
c. Meningitis bacterial adalah radang pada araknoid, piameter dan cairan cerebrospinal (Jocce M. Black, 1993).
d. Meningitis bakterial adalah radang pada meningin (Membran yang mengeliligi otak dan medula spinalis) yang disebabkan oleh bakteri, biasanya streptokokus pnumoniae influenza (Brunner & Suddrath, 1997)

3. Etiologi
Penyebab penyakit meningitis adalah :
a. Bakteri: - Peneumococus
- Meningococus
- Stafilococus
- Salmonela
b. Virus : - Hemofirus Influenza
- Herpes Simplek.
Organisme-organisme ini seringkali ada pada nasofaring, tetapi tidak diketahui bagaimana organisme tersebut bisa masuk kedalam darah dan ruang subraknoid.

4. Pathofisiologi
Meningitis tuberkulosis umumnya merupakan penyebaran tuberkulosis primer, dengan infeksi ditempat lain. Dari fokus infeksi primer, kuman masuk kesirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus mestatasis yang biasanya tenang.
Mula-mula terbentuk tuberkel di otak, atau medula spinalis akibat penyebaran kuman secara hematogen selama infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik. Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel yang pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau faktor imunologi. Kuman kemudian langsung masuk keruang subaraknoid atau ventrikel. Hal ini mungkin terjadi segera sesudah dibentuknya lesi atau setelah periode laten berupa bulan atau tahun.
Bila hal ini terjadi pada pasien yang sudah tersensititasi maka masuknya kuman kedalam ruang subaraknoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahan dalam cairan serebro spinal. Reaksi peradangan ini mula-mula timbul disekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian tampak jelas diselaput pada dasar otak dan apendium. Meningitis basilis yang terjadi akan menimbulkan komplikasi nuerologis berupa paralisis saraf kranialis. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000, hal.439)





PATOFLODIAGRAM












































5. Manifestasi Klinis
a. Sakit kepala : berat, akibat peradangan meningin.
b. Demam : tinggi selama perjalanan penyakit.
c. Perubahan tingkat kesadaran : disorientasi ganguan memori. Bila penyakit terus berkembang, terjadinya penurunan kesadaran dan koma.
d. Iritasi meningen, yang dibuktikan oleh :
1) Rigitasi nukal (kaku kuduk) : tanda awal, nyeri hebat dan spasme otot saat fleksi kepala.
2) Tanda kerning positif : ketika Klien dibaringkan dengan paha dalam posisi fleksi ke arah abdomen, kaki tidak dapat diektensikan.
3) Tanda brudzinski positif : bila leher difleksikan, juga terjadi fleksi lutut dan pinggul.
4) Gangguan pengelihatan : peradangan pada saraf-saraf kranial, termasuk optikus.
e. Ruam kulit : pada meningitis (lesi purpura dan ekimosis).
f. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekedar akibat area fokal kortikal yang peka. Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan bakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Fungsi lumbal
1) CSS (Cairan serebrospinal)
2) Kadar dan tekanan protein
3) Kadar glukosa
b. Darah ; pemeriksaan kultur serum darah.
c. EEG (elektorensefalografi).
d. Radiologi
Meliputi foto dada dan kolumna vertebralis, rekaman EKG dan CT Scan.

7. Penatalaksanaan
Meningitis termasuk penyakit gawat darurat, karena itu penderita harus menginap dirumah sakit untuk perawatan dan pengobatan yang intensif.
a. Perawatan umum
1) Penderita istirahat mutlak.
2) Infeksi berat perlu dirawat diruang isolasi.
3) Fungsi respirasi harus dikontrol secara ketat.
4) Pemberian cairan parentral.
5) Pantau terhadap kejang, keogulasi intra vaskularis diseminata, hiperpireksia, edema otak, plebitis, serta kekurangan gizi.
b. Pemberian cairan infus.
Pemberian cairan infus diberikan pada Klien yang tidak sadar atau ada shock, misalnya pada anak : infus KAEN-3B.
c. Pemberian oksigen.
d. Kortikosteroid, berikan deksametason 0,6 mg/kg BB/hr selama 4 hari 15-20 menit sebelum pemberian antibiotik.
e. Pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik harus cepat dan tepat, sesuai dengan bakteri penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Antibiotik diberikan 10-14 hari sekurang-kurangnya 7 hari setelah demam bebas.
Untuk dosis antibiotik pada meningitis:
1) Ampicilin 200-300 mg/ kg BB / hr (dosis tunggal)
2) Gentamisin : 5 mg / kg BB / hr dalam tiga kali pemberian.

8. Komplikasi
a. Peningkatan TIK, karena ada edema serebral bila air yang bisa menyebabkan peningkatan didalam susunan saraf pusat
b. Gagal pernapasan, karena herniasis batang otak sehingga fungsi selebral menjadi buruk
c. Koma, karena terjadi penyumbatan pada pembuluh darah dan kurangnya oksigen pada otak

A. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan da merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber dan untuk mengevaluasi serta mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam, 2001).
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, pekerjaan, alamat dan seterusnya.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit dahulu.
Ditanyakan tentang riwayat penyakit klien dahulu yang pernah dialaminya yang berhubungan dengan penyakit saat ini. Apakah ada alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu imunisasi apa saja yang didapat klien dan kebiasaan klien saat di rumah.
2) Riwayat Penyakit sekarang
Pengkajian mengenai perjalanan penyakitnya mulai dari pertama sampai sekarang seperti, demam, mudah kesal, obstipasi, dan muntah-muntah serta apatis mulai kapan dirasakan. Sedangkan keluhan yang dirasakan mulai awal hingga saat ini; Adakah apatis, refleks pupil yang melambat, reflek tendon yang melemah, demam, serta tanda kernig dan brudzinski positif, dan upaya apa yang telah dilakukan klien atau keluarga mengenai penyakit ini.
3) Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga klien, apakah ada yang menderita penyakit seperti yang sedang diderita klien.
4) Riwayat pemeliharaan kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Data Objektif
(1) Tanyakan riwayat penyakit yang pernah dialami sebelumnya.
(2) Adakah upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan dan perlindungan diri.
(3) Tanyakan upaya yang dilakukan saat gejala penyakit timbul.
(4) Apakah harapan klien atau keluarga masuk ke rumah sakit.
Data Obyektif
Observasi penampilan atau keadaan fisik klien.
b) Pola nutrisi metabolik
Data Subyektif
(1) Jenis, frekuensi dan jumlah makanan dan minuman dalam sehari.
(2) Nafsu makan dan makanan yang disukai
(3) Kesulitan yang timbul saat makan, seperti : mual, muntah, nyeri ulu hati.
(4) Adakah ketaatan terhadap diet tertentu.
Data Obyektif
(1) Observasi kemampuan klien dalam menerima nutrisi.
(2) Terapi interavena, adakah selang hidung.
c) Pola eliminasi
Data Subyektif
(1) Kebiasaan BAB, seperti : teratur atau tidak teratur frekuensi, konsistensi dan banyak atau sedikit.
(2) Untuk kelancaran BAB : perlu obat-obatan atau makanan tertentu.
(3) Kebiasaan BAK, seperti : urine yang keluar lancar atau tidak, warna urine.

Data Obyektif
(1) Observasi kemampuan klien dalam BAB / BAK.
(2) Pemasangan folley kateter
(3) Warna urine Klien
d) Pola aktivitas dan latihan
Data Subyektif
Tanyakan aktivitas sehari-hari di rumah, seperi : mandi, berpakaian, rapikan diri, jalan, makan, BAB atau BAK
Data Obyektif
Observasi tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas
e) Pola tidur dan istirahat
Data Subyektif
(1) Tanyakan waktu tidur dan jumlah jam tidur dalam sehari
(2) Hal-hal yang menjadi hambatan klien saat tidur
(3) Tanyakan suasana tidur klien
(4) Upaya apa yang dilakukan klien bila sulit tidur
Data Obyektif
Observasi pola tidur klien
f) Pola persepsi kognitif
Data Subyektif
(1) Tanyakan apakah klien bisa mencoba, menghitung.
(2) Tanyakan apakah klien ada menggunakan alat bantu
(3) Tanyakan apakah klien bisa mendengar instruksi orang tuanya.
Data Obyektif
Observasi kemampuan klien dalam mendengar instruksi perawat atau dokter
g) Pola persepsi dan konsep diri
Data Subyektif
(1) Persepsi klien tentang dirinya
(2) Apakah klien pernah merasa minder atau kurang percaya diri.
Data Obyektif
Adakah ungkapan klien tentang menunjukkan terganggunya persepsi dan konsep diri.
h) Pola peran dan hubungan dengan sesama
Data Subyektif
(1) Tanyakan apakah peranan klien dalam keluarganya
(2) Tanyakan apakah klien dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Data Obyektif
Observasi kemampuan klien dalam berperan aktif dengan perawat dan dokter selama sakit.
i) Pola kepercayaan
Data Subyektif
(1) Tanyakan klien menganut agama apa.
(2) Apakah klien rajin dalam kegiatan ke agamaan.
Data Obyektif
Observasi klien atau keluarga, apakah pernah berdoa selama sakit.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dari individu atau kelompok diman perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan informasi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. (Nursalam dikutip dari carpenito, hal 35, 2000)




Adapun diagnosa yang dapat muncul adalah :
a. Perubahan tingkat kesadaran berhubungan dengan proses infeksi dan penurunan fungsi neurologis.
b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi terhadap susunan saraf pusat.
c. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan dalam mencerna nutrien.

3. Rencana Keperawatan
Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu sistem untuk menentukan diagnosa yang akan diambil untuk tindakan pertama kali. Salah satu sistem yang dapat digunakan dalah hirarki kebutuhan manusia “ Iyer et al, 1996 “ (Nursalam, hal 52, 2001).
a. Hirarki Maslow
Maslow menjelaskan kebutuhan manusia dibagi menjadi lima tahap : fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualisasi diri. Maslow mengatakan pasien memerlukan suatu tahapan kebutuhan, jika pasien menghendaki suatu tindakan yang memuaskan. Dengan kata lain kebutuhan fisiologis biasanya sebagai prioritas utama bagi pasien dari pada kebutuhan lain. (Nursalam, hal 52, 2001).
Dimana Maslow menggambarkan dengan skema piramida yang menunjukkan bagaimana seseorang bergerak dari kebutuhan dasar dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dengan tujuan akhir adalah fungsi dan kesehatan amnusia yang terintegrasi.







Aktualisasi
Diri
Harga diri
Mencintai dan dicintai
Kebutuhan keselamatan dan keamanan
Kebutuhan fisiologis
(O2, CO2, elektrolit, makanan dan sex)

Hirarki Abraham Maslow
Keterangan :
1) kebutuhan fisiologis O2, CO2, elektrolit, makanan dan sex
2) Kebutuhan keselamatan dan keamanan, terhindar dari penyakit dan perlindungan hukum
3) Mencintai dan dicintai : kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima dikelompok.
4) Harga diri : dihargai dan menghargai (respek dan toleransi)
5) Aktualisasi diri : ingin diakui, berhasil dan menonjol
b. Hirarki “Kalish”
Kalish menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk bertahan dan stimulasi. Kalish mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertahankan hidup : udara, air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri, jika terdapat kekurangan kebutuhan tersebut, pasien cenderung menggunakan prasarana untuk memuakan kebutuhan tertentu, hanya saja mereka akan mempertimbangkan terlebih dahulu kebutuhan yang paling tinggi prioritasnya, misalnya keamanan dan harga diri. (Nursalam, hal 53, 2001).

3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
1 Perubahan tingkat kesadaran berhubungan dengan infeksi dan penurunan fungsi neurologis. Tujuan :
- Tingkat kesadaran klien mulai kembali normal.
- Tidak terjadi cedera fisik
Kriteria :
- GCS dalam batasnormal (Normal 15)
- Kesadaran baik
- Orientasi waktu, tempat dan orang
- Tanda-tanda vital dalam batas normal 1. Pantau Status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS.



2. Kaji respons motorik terhadap perintah yang dilakukan oleh perawat.




3. Evaluasi kemampuan membuka mata, seperti spontan (sadar penuh), membuka hanya jika diberi rangsangan nyeri atau tertutup (koma).
4. Kaji respon verbal : catat apakah Klien sadar, orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu baik atau malah bingung menggunakan kata-kata atau fase uang tidak sesuai. 1. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran.
(Doenges, Hal. 273)
2. Mengukur keadaan secara keseluruhan dan merupakan petunjuk keadaan kesadaran terbaik pada Klien yang matanya tertutup.
(Doenges, Hal. 273)
3. Menentukan tingkat kesadaran.
(Doenges, Hal. 273)



4. Mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menunjukkan tingkat kesadaran. Jika kerusakan terjadi sangat kecil pada korteks serebral, Klien mungkin akan bereaksi dengan baik terhadap rangsangan verbal yang diberikan tetapi mungkin juga memperlihatkan seperti kantuk berat atau tidak kooperatif.
(Doenges, Hal. 273)
2 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi t erhadap susunan saraf pusat. Tujuan :
- Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria :
- Klien tidak demam
- Suhu tubuh 36 oC – 37,5 oC
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Klien tidak kejang karena demam yang tinggi
1. Pantau suhu Klien (derajat dan pola)





2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

3. Berikan kompres dingin
pada axila dan lipat paha bila demam.

4. Berikan obat antipiretik, misalnya : parasetamol, aspirin. 1. Suhu 380 – 41,10 c menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
(Doenges, Hal. 875)
2. Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
(Doenges, Hal. 876)
3. Dengan kompres dingin dapat membantu mengurangi demam.
(Doenges, Hal. 876)
4. Untuk mengurangi demam pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan auto destruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
(Doenges, Hal. 876)
3 Bersihkan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi mukus. Tujuan :
- Mempertahankan pola pernapasan normal atau efektif.
Kriteria :
- Klien tidak sesak
- Klien tidak sianosis
- SaO2 normal (95 – 100 %)
1. Berikan oksigen sesuai kebutuhan klien.





2. Ubah posisi secara periodik dan ambulisasi dan mengeluarkan sekret.


3. Lakukan pengisapan dengan ekstra hati-hati jangan lebih dari 10 – 15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
1. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan dalam pencegahan hipoksia.
(Doenges, Hal. 278)
2. Meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru, memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
(Doenges, Hal. 448)

3. Pengisapan biasanya dibutuhkan jika Klien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napas sendiri. Penghisapan pada trakea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokontriksi pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi serebral.
(Doenges, Hal. 278)
4 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan kemam- puan untuk mencerna nutrien. Tujuan :
- Nutrisi klien terpenuhi.
- Tidak mengalami tanda-tandamalnutrisi
Kriteria :
- Klien dapat menghabiskan porsi makanan yang disedikan
- Peningkatan berat badan dari sebelumnya
1. Berikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang.



2. Berikan terapi nutrisi dalam program pengobatan rumah sakit sesuai indikasi.





3. Hancurkan dan beri makanan melalui selang apapun yang tertinggal pada nampan setelah periode waktu pemberian sesuai indikasi. 1. Untuk memberikan cairan pengganti dan juga makan, jika Klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
(Doenges, Hal. 305)
2. Pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa perbaikan status nutrisi. Perawatan di rumah sakit memberikan kontrol lingkungan dimana masukan makanan, muntah atau eliminasi, obat dan aktivitas dapat dipantau.
(Doenges, Hal. 428)
3. Digunakan sebagai bagian program perubahan perilaku untuk memberikan masukan total kalori yang dibutuhkan.
(Doenges, Hal. 428)

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. (Nursalam,2001)
Tahapan ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh karena itu pelaksanaannya dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat urgent dan tidak urgent (non urgent).
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui, yaitu persiapan, perencanaan, dan pendokumentasian (Nursalam, 2001 dikutip dari Griffit 1968).
a. Fase persiapan, meliputi :
1) Review antisipasi tindakan keperawatan
2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
4) Persiapan alat
5) Persiapan lingkungan yang kondusif
6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik.
b. Fase intervensi, meliputi :
1) Independen: tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter serta tim kesehatan lainnya.
2) Interdependent: tindakan perawat yang memerlukan kerja sama dengan tim kesehatana lainnya (gizi, dokter, laboratorium, dan lain-lain).
3) Dependent: berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis dilakukan.
c. Fase dokumentasi
Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan.Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan gastritis perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, memberi support, pendidik, advokasi, dan pencatatan/penghimpunan data.

5. Evaluasi
Adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan klien (Nusalam, 2001 dikutip dari Griffit dan Cristensen, 1986). Sedangkan Ignativicius dan Bayne 1994 yang dikutip oleh Nursalam mengatakan evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek, atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu metode dalm memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP” (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil dari evaluasi yang diharapkan dalam pemberian tindakan keperawatan dalam proses keperawatan pada klien dengan gastritis adalah: nutrisi klien dapat terpenuhi, nyeri akibat iritasi mukosa lambung teratasi, tidak terjadi kekurangan volume cairan, ansietas dapat teratasi, klien dan keluarga mengetahui tentang informasi penyakit yang diderita. Hal ini sesuai dengan standar tujuan yang telah ditentukan pada tahap perencanaan tindakan.
6. Perencanaan Pulang
Rencana yang diberikan kepada klien dan keluarga adalah sebagai berikut :
a. Sebagai tenaga kesehatan, kita memberikan penjelasan kepada keluarga Klien, apabila anaknya timbul tanda dan gejala seperti tidak sadarkan diri, kejang, demam dan denyut nadi yang lambat untuk segera berobat ke puskesmas terdekat atau langsung ke Rumah Sakit besar.
b. Instruksikan klien untuk mematuhi resimen pengobatan dengan minum obat sesuai yang diharuskan dan melaporkan skrining tindak lanjut.
c. Menganjurkan klien ikut serta dalam tindakan preventif, contoh memberi dorongan pada individu yang kontak erat untuk melaporkan diri guna pemeriksaan.
d. Meningkatkan komsumsi nutrisi dan protein serta mengkomsumsi vitamin yang meningkatkan kekuatan tubuh.